jakarta, CITRAINDONESIA.COM- Hasil penelitian, pengenaan pajak ekspor (BK CPO) yang diberlakukan pemerintah menyebabkan harga price di negara pengekspor (misal-Indonesia) turun. Di bawah pasaran dunia (Reed, 2000).
“Implikasi kebijakan dan kenaikan tarif BK CPO, hanya meningkatan pendapatan pemerintah. Sebaliknya menurunkan harga CPO domestik, kecenderungannya BK CPO itu dibebankan kepada petani. Di mana harga tandan buah segar anjlok,†kata Hermanto Siregar pengamat ekonomi pertanian IPB terhadap BK di sektor CPO, dalam seminar “Prospek Industri Sawit Nasional- Dampak BK Terhadap Daya saing CPO Indonesia,â€, di Jakarta, Kamis (27/1/2011).
Menurutnya, pangsa ekspor bersih CPO RI turun 44,5% pada Oktober 1994 dan 64,4% pada Desember 1994 setelah implementasi pajak ekspor pada september (Mogamad et el 2001) dan di bawah kebijakan ekspor, produsen (petani) di negara pengekspor rugi karena menerima harga yang lebih rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa master IPB, kalau dilakukan penerapan BK CPO, porsi ekspor menurun. Kalau BK 20% penurunan ekspor bisa 8,22%, harga domestik turun 7,04%, tetapi penurunan domestic price tidak mendorong konsumsi (dalam negeri).
Peningkatan konsumsi hanya 0,9%, dampaknya adalah menjadi disinsentif sehingga produktifitas menjadi turun dan berkurang. Diharapkan menjadi solusi ternyata malah kurang efektif, kurang bisa memencahkan masalah.
Ditambahkan, hasil penghitungan tarif BK akan efektif pada kisaran 11-13%, tidak sampai 20%, kalau harus untuk menjaga keoptimalan domestik di kisaran 11%-13%. atau 10%-15% kalau ada interval dan dikembalikan ke petani untuk meningkatkan daya saing.
Kuncinya adalah, bagaimana dana BK memberi dampak yang lebih besar bagi daerah penghasil CPO. “Kami dua pekan lalu baru dari daerah produsen di Sumsel, dikeluhkan disana kerusakan jalan karena ada truk2 yang besar, membutuhkan anggaran yang besar untuk perawatan jalan, padahal di satu sisi kita ingin mengembangkan sawit ini, tetapi di sisi lain daerah kekurangan untuk mempertahankan infrastuktur,†ujarnya.
Ia juga memberikan rekomendasi: Dana BK seharusnya dikembalkikan untuk petani dan industri sawit, antara lain dengan peningkatan investasi di bidang infrastruktur dan R&D pada sektor CPO, sehingga terjadi peningkatan produktivitas dan daya saing produk.
Kebijakan impor seharusnya memoromosikan investasi di bidang pertanian khussnya industri CPO dengan menjamin keamanan dan menurunkan biaya impor mesin pertanian sepanjang belum mampu produksi. (iskandar)