JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Tim Terpadu (Timdu) Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Pusat (TTPBBJP) mengamankan 662 selang karet kompor gas “abal- abal” tanpa SNI di Jl. Gajah Raya, Semarang.
“Kita barusan mengamankan 662 buah selang karet kompor gas di Jl. Gajah Raya, Semarang. Diduga tidak sesuai SNI,” kata Kasubdit Pengawasan Barang Hasil Pertambangan dan Hasil Industri, Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, Kamis (17/3/2011) ketika dihubungi di Semarang.
TTP ini sebenarnya sudah lama dibentuk. Namun gaungnya nyrais tak terdengar. Entah kenapa. Padahal tujuan pembentukan TTP ini sangtat mulia. Yakni melindungi konsumen dan melindungi industri dalam negeri hingga terhindar dari serangan produk impor, terlebih setelah disepakatinya ACFTA, Januari 2010 lalu.
Namun Veri Anggrijono, salah seorang anggota TTP beranggotan unsur Menko Perekonomian, BPOM, Bereskrim Polri dan Dinas Perindag tidak menjelaskan merek apa saja selang kompor gas elpiji tak sesuai SNI yang diamankan dan disegel tersebut.
Yang jelas, kata Veri, diamankannya selang abal- abal itu juga demi menjaga Kemanan, Keselamatan, Kesehatan Lingkungan (K3L).
Usai diamankan, Tim Terpadu Pusat kemudian menitipkan barang diduga ilegal itu kepada pelaku usahanya serta dilengkapi dengan berita acara penitipan.
Perlu diingat, selang tersebut dilarang dijual kepada masyarakat sebelum pengusahanya menunjukkan dokumen resminya serta asal- usulnya sesuai peraturan yang berlaku.
Sekedar diketahui, sidak ini juga terkait dengan UU. No.8/tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tahun lalu, atas maraknya peredaran produk tidak sesuai SNI, melahirkan berbagai peristiwa memilukan di tengah masyarakat akibat bocornya selang kompor gas dan menimbulkan ledakan tabung gas. Sehingga terjadi kebakaran, menelan korban jiwa dan kerugian harta benda yang besar. Yang lebih miris, banyak korban tak berdosa menderita cacat seumur hidup setelah dijilat si jago merah.
Tetapi sayangnya, tampaknya pengawasan pemerintah kurang di terhadap produk tidak sesuai SNI atau produk kadaluarsa yang banyak beredar di lapangan tidak dilakukan secara kontiniu.
Dalam arti pengawasan hanya ketika suasananya memanas, atau ada korban jatuh. Padahal unsurnya lengkap. Ya polisi, ya PPNS-PK, di daerah dan pusat. “Tapi ya….pengawasan itu hanya semacam pemadam kebakaran saja”.
Padahal payung hukumnya jelas. Makanya, pelaku usaha atau pedagang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana penjara paling lama 5 Tahun atau denda Rp2 miliar sesuai pasal 8 ayat (1) huruf (a) dan (j) dan pasal 62 UUNo. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (olo)