JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu mengatakan masih menunggu hasil pembuktian adanya sinyalemen praktek dumping produk China pada perdagangan bebas ACFTA.
Menurut Mendag, dugaan terjadinya permainan bisnis curang harus dapat dubuktikan melalui proses invesatigasi sehingga mendapatkan bukti nyata. Artinya jangan sampai muncul tuduhan tanpa ada bukti.
Makanya kata dia, sinyalemen unfair trade China selama ini yakni dumping harus diinvestigasi KPPI Kemendag.
“Saya tidak bisa menjawab karena belum tahu detilnya. Ya investigasi juga harus ada permohonan dari industri, jadi kita menunggu dulu usulan dari industri,” kata Mari Pangestu di Istana Negara, Jakarta, Kamis (24/3/2011).
Kata Mari, tindakan safeguard (pengamanan perdagangan) tentunya ada prosesnya, apakah ada injury (kerugian) bagi pelaku industri di Tanah Air karena peningkatan impor. Tahapan untuk membuktikan ada injury karena dugaan dumping, yang pertama apakah jumlah impor sudah begitu besar dan sangat cepat.
Karenya semua itu harus dibuktikan jika ingin melaksanakan safeguard. “Itu peraturannya,” katanya.
Menurut Mari dalam melakukan investigasi harus ada permohonan dari industri. Saat ini pihaknya masih menunggu petisi industri yang merasa dirugikan. Hal terbaru yang sedang dibahas adalah permintaan dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui asosiasi pertekstilan Indonesia (API).
Tindakan safeguard salah satu instrumen mengatasi industri yang terdampak ACFTA. Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan peningkatan daya saing industri di dalam negeri.
Terkait survei yang dilakukan oleh kementerian perindustrian soal dampak ACFTA terhadap 5 sektor industri, Mari mengatakan belum melihat temuan itu.
“Kita punya program untuk pemberdayaan, kita harus pelajari persisnya, sub sektor mana, jenis usaha mana, dan daerah mana,” katanya.
Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Agus Tjahajana mengatakan 5 sektor industri berdampak buruk atas kesepakatan ACFTA Januari 2010 lalu.
Survei kemenperin dilakukan berdasarkan pembagian kuesioner kepada 2.738 penjual, 3.521 pembeli dan 724 perusahaan.Survei dilakukan di 11 kota besar di Indonesia anataralain Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makassar dan Manado.
Dampak negatif ACFTA juga berupa peningkatan impor bahan baku. Selain itu terjadi juga kecenderungan penurunan pangsa pasar domestik untuk produk-produk buatan dalam negeri.
Sektor-sektor industri yang tertekan ACFTA adalah sektor furnitur, logam dan produk logam, elektronik, permesinan, tekstil dan produk tekstil. (friz/iskandar)