Jakarta (Citra Indonesia): Para pelaku Usaha menuding Peraturan Menkeu No.241/PMK. 011/2010 Tentang tarif bea masuk produk impor itu tidak visioner. Bertentangan dengan jargon pro job dan pro poor.
“PMK 241 itu, kami sebagai industri melihat bahwa PMK tersebut tdak visioner,†tegas Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat, dalam konferensi pers di kantor  Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Jakarta, Rabu (26/1/2011).
Menurutnya, peraturan itu sebagai langkah mundur. Pemerintah tidak memikirkan industri hilir di dalam negeri. Buah yang akan terjadi dengan aturan PMK 241/2010 dan diberlakukan 22 Desember 2010 lalu, itu membuat beban berat para pelaku usaha.
Dia menegaskan bahwa kebijakan pemerintah itu sama saja dengan mengarahkan para pelaku industri mati dan akhirnya lebih memilih menjadi pedagang.
“Masak yang dikenakan tarif bea impor justru bahan baku yang tidak diproduksi di sini, sementara barang jadi malah dibebaskan bea masuknya. Ini sama saja menyuruh kita menjadi pedagang,” tegasnya setengah kesal.
Belum lagi beratnya beban yang harus ditanggung industri dengan diberlakukannya tarif BM yang membuat anggaran biaya (cost) bengkak, di dalam negeri sendiri banyak biaya yang harus dikeluarkan, khususnya trasnportasi.
Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah menunda PMK 241 tersebut sampai tahun depan. Jangka waktu itu paling tidak memberikan waktu kepada industri merencanakan hitungan anggarannya.
Dan waktu 1 tahun cukup buat sosialisasi kebijakan tersebut, bukan seperti yang terjadi sekarang tanpa sosialisasi, ditandatangani dan langsung diberlakukan.
“Kami Minta PMK 241 secara keseluruhan dibicarakan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha, sehingga terjadi harmonisasi dan visioner untuk mengembangkan pro job bagi pengembangan lapangan kerja Indonesia,â€tegasnya.
Mengenai sikap terhadap PMK No.241/2010, dengan tegas dan pasti dikatakannya, bahwa secara keseluruhan ditunda terlebih dahulu. Dan ini dibicarakan antara pemerintah dengan pelaku usaha. (iskandar)