
CitraIndonesia.Com: Pemerintah Indonesia ingin menceraikan Jepang dari kepemilikan saham industri peleburan aluminium di PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Master Agreement, kerja sama berakhir 2013.
Agus Tjahajanya, Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Indonesia sebenarnya ingin menghairi kerjasama kedua negara.
“Kita pada posisi berbeda. Kita ingin mengakhiri, namun Jepang masih ingin terlibat dalam Inalum,” kata Agus Tjahajana, Jumat (18/2/2011).
Menurut Agus, ada beberapa poin dari master agreement yang masih bisa menyertakan kepemilikan Jepang berinvestasi di PT Inalum.
Namun Indonesia lebih berkeingin kalaupun akan dilanjutkan kerjasaama tersebut, kepemilikan saham Indonesia di PT Inalum harus mayoritas, jepang lebih kecil. Dalam arti status kepemilikan sahamnya dibalik dari semula.
Memang selama ini saham Jepang atau Nippon Asahan Aluminium (NAA) Corp sejak ditandatangani pada 7 Juli 1975 dan berakhir pada 2013 adalah sebesar 58,88% dan sisanya (41,12 persen) dikuasai pemerintah Indonesia.
Kendati demikian, Agus mengatakan pihaknya fokus menghentikan program kerjasama itu sesuai master agreement. “Fokus kami penghentian yang ada di master agreement. Opsi kedua kalau terus kerjasama maka saham Indonesia harus mayoritas,” jelasnya.
Seperti diketahui, perusahaan ini berdiri 6 Januari 1976, dengan investasi awal sebesar 411 miliar yen itu mempekerjakan 2.014 tenaga kerja Indonesia dan dua orang tenaga kerja asal Jepang.
Kinerjanya semakin bersinar. Pada 2009, perusahaan peleburan aluminium itu mampu menghasilkan 254 ribu ton ingot (aluminium batangan) dengan penjualan 394 juta dolar AS dan laba bersih 66 juta dolar AS.
Penjualan tertinggi tercatat pada tahun 2007 sebesar 650 juta dolar AS, sementara laba bersih tertinggi pada tahun 2005 sebesar 157 juta dolar AS.
Di Medan Sumatera Utara, warga juga mendemo Pemprop Sumut agar PT Inalum dikuasai 100% oleh negara. “Kuasai PT Inalum. Akhiri kerja sama dengan Jepang. Kita rugi,” tegas Marihot Gultom, pendemo. (iskandar)