JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Setelah lama tertunda Indonesia dan Iran pada tanggal 25-26 November 2010 memulai pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) yang pertama.
Pertemuan ini merupakan mandat dari kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya. Di mana, Joint Statement kedua Menteri Perdagangan di Teheran tahun 2003 sepakat merumuskan kerangka kerjasama pengurangan tarif dan hambatan perdagangan non tariff di kedua negara.
Pada tahun 2004, kedua Menteri juga sepakat untuk membentuk Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP). Berdasarkan kesepakatan ini telah dibentuk juga Framework Agreement on CTEP yang ditandatangani pada bulan Juni 2005.
Atas kesepakatan tersebut, kedua belah pihak melakukan perundingan untuk membentuk Indonesia-Iran CTEP berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui Preferential Trade Agreement (PTA).
Pertemuan pertama TNC ini dipimpin oleh Gusmardi Bustami, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dan pihak Irak dipimpin oleh Duta Besar Iran di Jakarta.
Menurut rilis Kementerian Perdagangan yang diterima Citra Indonesia.com, Senin (29/11/2010), TNC telah membahas kemungkinan kesepakatan adanya PTA antara Indonesia-Iran. Pertemuan konsultasi pendahuluan dalam bentuk tim teknis telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2008.
Indonesia telah menyampaikan request list dan modalitas penurunan tarif serta menanggapi draft PTA dan Rules of Origin, namun karena waktu telah berjalan cukup lama, pertemuan TNC yang pertama ini melihat kembali proposal tersebut. Indonesia telah menyampaikan sejumlah 776 tariff line (10 digit HS) dengan total nilai ekspor sekitar US$ 305,0 juta.
Sedangkan pihak Iran menyampaikan sekitar 522 tariff line (8 digit HS) dengan nilai impor sekitar US$ 120,0 juta. Mengingat adanya perbedaan digit HS pada kedua negara, maka telah disepakati untuk melihat kembali masing produk dalam HS tersebut agar dalam implementasinya dikemudian hari tidak menjadi dua masalah.
Mengenai modalitas penurunan tarif, Indonesia pada tahun 2008 telah mengusulkan formula dengan Margin of Preference (MOP) tertentu untuk besaran tarif tertentu. Semakin tinggi tarif impor, maka semakin tinggi pula pemotongannya.
Formula ini akan memberikan akses yang lebih besar bagi produk Indonesia yang selama ini banyak terkena tarif yang tinggi di Iran. Pertemuan juga membahas mengenai Rules of Origin (ROO), namun mengingat isu yang sangat teknis maka kedua pihak sepakat untuk membahas dalam kesempatan yang akan datang.
Masalah ROO sangat penting karena akan berdampak kepada keberhasilan penggunaan preferential yang diberikan dalam perjanjian. PTA ini adalah merupakan jembatan untuk menuju Indonesia-Iran Comprehensive Trade and Economic Partnership Agreement (II-CTEPA).
Gusmardi Bustami menyatakan “kerjasama dengan Iran dalam PTA ini adalah sangat penting. Iran merupakan negara yang menerapkan tarif yang tinggi dan berbagai non tariff. Melalui kesepakatan ini kita dapat mengurangi hambatan yang ada,â€.
“Selain itu Iran adalah negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan D-8 yang penting. Bila kita membuat PTA dan akhirnya II-CTEPA, maka kita juga dapat mendorong kesepakatan serupa dengan negara-negara yang ada dalam organisasi tersebut karena Indonesia adalah anggota kedua organisasi tersebut.†katanya. (friz)