JAKARTA, CITRAINDONESIA.COM- Lahan persawahan yang berubah fungsi menjadi perumahan, mall, industri sudah terjadi sejak era mantan Presiden Soeharto. Ini terjadi seluruh daerah di Indonesia.
Dampaknya kini kian terasa, yakni ancaman kelaparan. Bahkan membeli beras misikn (raskin) pun rakyat sudah kesulitan, bahkan banyak yang tak mampu. Terbukti operasi pasar beras (OP) tak lagi diserbu rakyat, daya beli lemah.
Kendati demikian, pelum terlihat ada upaya pemerintah memperluas kembali lahan persawahan untuk mencukupi kebutuhan atau swasembada beras.
Padahal hal sudah jelas, data Kementrian Pertanian mencatat jumlah lahan pertanian produktif di Jawa berkurang 600 ribu hektar menjadi 3,5 juta hektar tahun 2010.
Sebelumnya, pada tahun 2007 jumlah lahan pertanian di pulau Jawa mencapai 4,1 juta hektar. Karenanya harus direalisasikan perluasannya supaya bisa swasembada dan agar terhindar dari program importasi.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan data Badan Pertanahan Nasional memperlihatkan terjadi konversi lahan selama tiga tahun terakhir. ” Konversi cukup tinggi justru terjadi di lahan produksi di pulau jawa. Kondisi ini menyebabkan produksi padi ikut berkurang,” katanya.
Menurut Suswono, konversi lahan pertanian disebabkan fragmentasi lahan pertanian. Banyak lahan pertanian diwariskan dan terpecah hingga berubah fungsi menjadi perumahan atau pusat bisnis.
Dampak pemecahan lahan kepemilikan ini membuat para pemilik tanah atau petani menjadi buruh di lahan sendiri. Hal lain penyebab konversi adanya kebutuhan jalan, perumahan dan pusat ekonomi hingga membuat Pemda kurang peduli terhadap nasib lahan pertanian. (friz)